Walimah.Info – Scrooling facebook malam malam, ada teman yang share topik yang aslinya diambil dari tulisan berjudul, “Hadiah Bagi Para Orang Tua: Metode Cerdas Dalam Menghukum Anak”. Emang bagaimana sih cara menghukum anak tanpa kekerasan?
Subjudulnya Cara cerdas untuk menjadikan “perang” antara anak dengan orang tua menjadi: Antara anak dengan kesalahannya sendiri yang ditulis oleh Jasim Al-Muthawwi’.
Saya sangat terinspirasi dengan note Contoh Cara Menghukum Anak Tanpa Kekerasan dan Siksaan ini. Pasalnya, kadang sebagai orang tua, terburu emosi, anak ada salah, kita lalu MENGHAJARNYA bukan MENGAJARNYA akan kesalahan tersebut hingga anak tak mengulanginya. Nah, strategi ini bagus banget, insha Allah akan relevan sepanjang jaman.
Mari kita simak detailnya ..
Cara Menghukum Anak Tanpa Kekerasan
Seorang ibu berkata:
Cara Pertama “Mengingatkan kesalahan anak”
Mendidik anak harus dengan sabar, teringat dengan salah satu kisah tentang kesabaran seorang suami terhadap istri dan anak anaknya. Kisah ini mengajarkan tentang arti kasih sayang bukan kekerasan.
“Saya punya dua anak, pertama berusia enam tahun dan kedua sembilan tahun. Saya sampai bosan menghukum mereka saking seringnya. Semuanya seolah tidak ada gunanya. Kira-kira apa yang harus saya lakukan?”
Kondisi ini berbeda dengan cara mendidik anak balita, cara mendidik anak secara islami bisa menjadi solusi.
Saya berkata: “Sudah mencoba metode memilih hukuman?”
Dia menjawab: “Saya tidak tahu. Bagaimana?”
Saya berkata: “Sebelum saya jelaskan idenya, ada sebuah kaidah penting dalam meluruskan perangai anak yang kita sepakati. Yaitu: Setiap jenjang usia memiliki metode pendidikan tertentu.
Semakin besar anak kita akan membutuhkan berbagai metode dalam berinteraksi dengannya. Namun, Anda akan mendapati bahwa metode memilih hukuman cocok untuk semua usia dan hasilnya positif sekali.
Sebelum kita menerapkan metode ini, kita harus memastikan apakah anak sengaja ataukah tidak melakukan kesalahan tersebut, agar nantinya pelajaran yang kita berikan memberikan manfaat.
Jika tidak sengaja, maka tidak perlu diberi hukuman, cukup ingatkan saja apa kesalahannya.
Adapun jika kesalahannya terulang terus atau sengaja, maka kita bisa memberinya pelajaran dengan berbagai metode, diantaranya: Tidak memberikannya hak-hak istimewa, atau memarahinya dengan syarat bukan sebagai pelampiasan dan jangan memukul.
Kita juga bisa menggunakan metode memilih hukuman. Hukuman yang tepat dapat diketahui kalau kita juga memahami potensi yang ada pada diri anak sendiri. Idenya begini:
Kita minta dia untuk merenung dan memikirkan tiga hukuman yang akan dia ajukan kepada kita. Katakanlah misalnya: Tidak mendapat uang saku, atau tidak boleh main ke rumah teman selama sepekan, atau handphone miliknya disita.
Lalu kita pilih salah satu untuk kita jatuhkan padanya.
Ketika tiga hukuman tidak sesuai dengan keinginan orang tua…contohnya: Tidur, atau diam selama satu jam atau membersihkan kamar, maka kita minta dia untuk mencari lagi tiga hukuman lain.
Saya mengenal beberapa keluarga yang telah mencobanya dan ternyata sukses. Sebab ketika seorang anak memilih hukumannya sendiri, kita telah menjadikannya berperang melawan kesalahannya, bukan ketegangan dengan orang tuanya disamping kita bisa menjaga ikatan kasih sayang orang tua dengan anak.
Cara Kedua “Berkata kata tidak merendahkan anak”
Selain itu kita juga telah menghormati pribadinya dan menjaga kemanusiaannya tanpa menghina ataupun merendahkannya.
Ibu itu menyela: “Tapi, tidak menutup kemungkinan hukuman yang diajukan tidak bisa mengobati kemarahanku.”
Saya menjawab: “Kita wajib membedakan antara mengajar dengan menghajar. Tujuan memberi pelajaran adalah meluruskan perangai anak. Ini butuh kesabaran, pengawasan, komunikasi dan arahan yang berkesinambungan.
Adapun kita teriak-teriak di hadapannya atau memukulnya dengan keras, ini adalah menyiksa bukan mendidik. Ketika kita menghukum anak, kita tidak menghukum mereka sesuai kadar kesalahan, namun kita memberikan hukuman lebih, sebab disertai oleh kemarahan.
Disebabkan banyaknya tekanan atas diri kita, akhirnya anak yang menjadi korban. Karena itulah kita menyesal setelah menghukumnya. Emosi membuat kita lupa diri, sebab itu ketika telah tenang kita menyesal telah tergesa-gesa.”
Kemudian saya berkata kepada ibu itu:”Saya tambahkan hal penting, yaitu ketika Anda berkata kepada anak Anda: Masuk kamar, merenung dan pikirkan lah tiga hukuman yang akan ibu pilih untukmu”, sikap seperti ini merupakan pendidikan.
Sebab ia akan menjadi komunikasi batin antara anak yang telah melakukan kesalahan dengan dirinya sendiri. Ini bagus untuk meluruskan perangai dan introspeksi diri, selain termasuk pembelajaran yang memberikan hasil.”
Cara Ketiga “Mendekatakan anak pada Alquran”
Ibu itu berkata: “Demi Allah, ide yang cerdas. Saya akan coba.”
Saya berkata: “Saya sendiri telah mencobanya dan berhasil. Banyak juga keluarga yang saya ketahui mencobanya dan berhasil.
Penghargaan kepada anak tetap ada selama itu dalam rangka memberikan pelajaran.
Ibu itu pun pergi dan kembali sebulan kemudian. Dia berkata: “Metode itu sukses. Sekarang saya jarang emosi. Mereka sendiri yang memilih hukuman. Saya berterima kasih atas ide ini. Tapi saya mau bertanya dari mana Anda mendapatkan ide luar biasa ini?”
Saya menjawab: “Dari metode Al-Quran. Sesungguhnya Allah memiliki perumpamaan paling tinggi.
Cara menghukum anak tanpa kekerasan. Allah memberikan tiga pilihan kepada orang yang melakukan kesalahan dan dosa, seperti perintah dalam kafarat sumpah dan lainnya, yaitu:
Memerdekakan budak, atau puasa atau memberikan sedekah. Pilihan bagi pelaku kesalahan ini merupakan metode yang luar biasa.”
Ibu itu berkata: “Jadi ini adalah metode pendidikan Al-Quran.” Cara mendidik anak secara Islami.
Saya berkata: “Benar, Al-Quran dan As-Sunnah memiliki banyak metode pendidikan luar biasa untuk memperbaiki perilaku manusia, kecil dan besar. Sebab Allah yang telah menciptakan jiwa-jiwa. Dia Maha Mengetahui apa yang pantas mereka dan apa metode yang sesuai untuk meluruskan dan menjaganya.”
Leave a Reply