Walimah.Info – Aku kurang mengerti mengenai sanad cerita mengenai kisah cinta mengharukan sampai ke langit ini. Hanya saja, aku tetap postkan Ajaran Luar Biasa dari Ketulusan Cinta Abu Utsman dengan harapan bisa dipetik banyak hikmah bagi kehidupan kita tentang Cara Pria Mencintai Wanita dengan benar.
Cara Pria Mencintai Wanita
Kisahnya bermula, ketika seorang perempuan datang kepada Abu Ustman..
“Wahai Abu Utsman,” kata perempuan itu, “Sungguh aku mencintaimu.”
Suasana hening sejenak. “Aku memohon, atas nama Allah, agar sudilah kiranya engkau menikahiku,” lanjutnya.
Lelaki yang bernama lengkap Abu Utsman An Naisaburi itu diam. Ada keterkejutan dan kegamangan dalam dirinya tatkala mendengar perkataan perempuan yang datang kepadanya itu.
Ia tidak mengenal perempuan ini dengan baik. Namun, tiba-tiba saja perempuan ini datang menemuinya dan menyatakan rasa cintanya yang dalam kepadanya.
Bahkan saat itu pula, atas nama Allah, perempuan itu meminta pada Abu Utsman untuk menikahinya. Seakan keterkejutan yang dirasakan Abu Utsman bertumpuk-tumpuk di atmosfir hatinya.
Abu Utsman diam.
Memikirkan keputusan apa yang hendak diambilnya. Sebagai seorang pemuda, ia dihadapkan pada sebuah keputusan besar dalam hidupnya. Sebuah keputusan yang mungkin akan dijalaninya selama lebih dari separuh usianya dan separuh imannya.
Selama ini keluarganya senantiasa mendorongnya untuk segera meminang salah seorang perempuan shalihah di wilayah itu. Namun, ia selalu menolak dorongan dari keluarganya itu hingga hari ini.
Maka, sampai sekarang ia masih juga membujang. Ia akan mengambil sebuah keputusan besar dalam hidupnya, termasuk segala konsekuensi yang menyertainya. Cinta yang setia.
Imam Abul Faraj Abdurahman ibnu Al Jauzi menuliskan dalam salah satu kitabnya, Shaidul Khathir, bahwa Abu Utsman kemudian datang ke rumah si perempuan.
Ia mendapati orangtua si perempuan adalah orang yang miskin. Namun, keputusannya tetaplah bulat untuk meminang si perempuan yang datang menyatakan cinta kepadanya itu. Cinta yang setia.
Terlebih lagi karena perempuan itu memintanya untuk menikahinya. Ia menyaksikan kebahagiaan yang berlimpah pada orangtua si perempuan mendengar bahwa putrinya dipinang oleh Abu Utsman, lelaki yang berilmu, tampan, shalih, penyabar, setia, jujur, tulus, dan terhormat.
“Maka, tiada amal yang paling kuharapkan pahalanya di akhirat, selain masa-masa lima belas tahun dari kesabaran dan kesetiaanku menjaga perasaannya dan ketulusan cintanya.”
Mereka pun menikah. Hingga akhirnya sang istri itu meninggal dunia lima belas tahun kemudian. Namun, sejak malam pengantin mereka ada kisah yang baru terungkap setelah kematian sang istri.
“Ketika perempuan itu datang menemuiku,”
kisahnya,
“Barulah aku tahu kalau matanya juling dan wajahnya sangat jelek dan buruk. Namun, ketulusan cintanya padaku telah mencegahku keluar dari kamar.
Aku pun terus duduk dan menyambutnya tanpa sedikit pun mengekspresikan rasa benci dan marah. Semua demi menjaga perasaannya. Walaupun aku bagai berada di atas panggang api kemarahan dan kebencian.”
Ah, kita jangan marah pada Abu Utsman yang mengharapkan istri yang cantik dan sempurna, tapi kemudian hanya mendapatkan istri juling dan buruk wajah.
Itu merupakan sisi manusiawi dari lelaki yang menginginkan kecantikan dan kesempurnaan dari pendamping hidupnya. “Begitulah kulalui lima belas tahun dari hidupku bersamanya hingga dia meninggal,”
lanjutnya berkisah.
“Maka, tiada amal yang paling kuharapkan pahalanya di akhirat, selain masa-masa lima belas tahun dari kesabaran dan kesetiaanku menjaga perasaannya dan ketulusan cintanya.”
Kesetiaan itu adalah bintang di langit kebesaran jiwa, kata Anis Matta.
Sungguh, saya sangat kagum dengan sepasang suami istri ini. Meskipun cinta di antara mereka tidak pernah benar-benar ada dalam masa-masa lima belas tahun perkawinan itu, tapi perjuangan cinta si perempuan sangat luar biasa di mata saya.
Meskipun sang perempuan itu tahu bahwa ia bermata juling, meskipun ia tahu bahwa ia hanya anak orang miskin, meskipun ia tahu bahwa ia bukan perempuan berwajah cantik, tapi ia memperjuangkan cintanya untuk membersamai orang yang dicintainya itu.
Ia berhasil membersamainya dalam masa lima belas tahun hingga maut datang menjemput. Ia memang tidak tahu bahwa selama masa itu sang suami, Abu Utsman An Naisaburi, tidak pernah benar-benar mencintainya.
Kisah ini mengingatkan saya pada kisah kesabaran seorang suami merawat istrinya hingga dia mati dan istri tersebut menyesal karena bersikap tidak baik pada sang suami.
Namun, Abu Utsman membuktikan bahwa ia adalah lelaki yang setia, tulus, sabar, dan senantiasa menjaga perasaan sang istri yang demikian tulus mencintainya. Cara pria mencintai wanita.
Bagi saya, semua hal itu adalah bagian dari cintanya, hanya saja bentuknya yang sedikit berbeda. Sungguh, saya sangat kagum dengan sepasang suami istri ini.
Semua bermula tatkala si perempuan itu menyatakan dan memperjuangkan cintanya.
Hasan Al Basri pernah ditanya
“Pria manakah yang engkau suruh untuk aku menikahkannya dengan putriku?”
Hasan Al Basri Rahimahullah menjawab :
“Nikahkanlah ia dengan pria yang beriman karena bila ia mencintainya maka ia akan memuliakannya. Dan bila ia tidak mencintainnya maka dia tidak akan mendzaliminya “.
Luar biasa,, Apa hikmah yang bisa kita petik dari kisah Amazing di atas? Hikmah ketika anda menjadi wanitanya? Hikmah ketika anda sebagai sang suaminya?
Dapatkah anda lihat bahwa kesalihan dan ilmu dien memang menjadi kunci utama akhlaq manusia yang baik kepada sesama, yaa cara pria mencintai wanita.
Leave a Reply