Walimah.Info – Adakah Azab Suami Pembohong? Tentunya ada yaa, apalagi suami yang mengaku masih bujang padahal sudah beristri. Hukum suami membohongi istri ada bermacam macam, nahh ini ada kisah menarik tentang kebohongan suami, yukkk simak dulu.
Azab Suami Pembohong
Ada pertanyaan menarik, “Kalau suami mengaku masih bujang / jomblo, apakah oleh sebab itu jatuh talak kepada istri?“. Detailnya disimak di:
“Saya mohon pencerahan..apa hukumnya mengaku ke perempuan lain sebagai bujangan sementara kita punya istri dan kita tiada sama sekali niat mentalak istri, melainkan untuk tipu muslihat kepada si perempuan itu”, Dari: Sdr An
Jawaban dari Ustadz Ammi Nur Baits , yaitu:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,
Sebelumnya kita perlu memahami macam-macam kalimat cerai. Ditinjau dari lafadznya, kalimat cerai ada dua,
A. Lafadz sharih (jelas)
Lafadz talak yang sudah bisa dipahami maknanya dari ucapan yang disampaikan pelaku. Artinya lafadz talak sharih tidak bisa dipahami maknanya kecuali perceraian.
Misalnya: Kamu saya talak, kamu saya cerai, kamu saya pisah selamanya, kita bubar, silahkan nikah lagi, aku lepaskan kamu, atau kalimat yang semacamnya, yang tidak memiliki makna lain, selain cerai.
Imam as-Syafi’i mengatakan,
“Lafadz talak yang sharih intinya ada tiga: talak (arab: الطلاق), pisah (arab: الفراق), dan lepas (arab: السراح). Dan tiga lafadz ini yg disebutkan dalam Alquran.” (Fiqh Sunah, 2/253).
Teringat sebuah nasehat Al Hasan Al Bashri tentang jaminan keluasan rejeki dari Allah kalau kita bersikap jujur, jujur dalam hati, dalam lisan, dan juga perbuatan.
B. Lafadz kinayah (tidak tegas)
Lafadz yang mengandung kemungkinan makna talak dan makna selain talak. Misalnya pulanglah ke orang tuamu, keluar sana.., gak usah pulang sekalian.., atau kalimat semacamnya.
Cerai dengan lafadz tegas hukumnya sah, meskipun pelakunya tidak meniatkannya. Sayid Sabiq mengatakan,
والصريح: يقع به الطلاق من غير احتياج إلى نية تبين المراد منه، لظهور دلالته ووضوح معناه
“Kalimat talak yang tegas statusnya sah tanpa melihat niat yang menjelaskan apa keinginan pelaku. Karena makna kalimat itu sangat terang dan jelas.” (Fiqh Sunah, 2/254)
Sementara itu, cerai dengan lafadz tidak tegas (kinayah), dihukumi sesuai dengan niat pelaku. Jika pelaku melontarkan kalimat itu untuk menceraikan istrinya, maka status perceraiannya sah.
Bahkan sebagian ulama hanafiyah dan hambali menilai bahwa cerai dengan lafadz tidak tegas bisa dihukumi sah dengan melihat salah satu dari dua hal; niat pelaku atau qarinah (indikator).
Sehingga terkadang talak dengan kalimat kinayah dihukumi sah dengan melihat indikatornya, tanpa harus melilhat niat pelaku.
Misalnya, seorang melontarkan kalimat talak kinayah dalam kondisi sangat marah kepada istrinya. Keadaan ‘benci istri’ yang dia ikuti dengan mengucapkan kalimat tersebut, menunjukkan bahwa dia ingin berpisah dengan istrinya.
Sehingga dia dinilai telah menceraikan istrinya, tanpa harus dikembalikan ke niat pelaku. Bagaimana azab suami pembohong? Lalu bagaimana caranya rujuk dengan istri yang sudah di talak satu atau dua, karena suami masih mencintai istri tersebut.
Akan tetapi, pendapat yang lebih kuat, semata qarinah (indikator) tidak bisa jadi landasan. Sehingga harus dikembalikan kepada niat pelaku. Ini merupakan pendapat Syaikh Muhammad bin Sholeh Al-Utsaimin, sebagaimana keterangan beliau di Asy-Syarhu al-Mumthi’ (11/9).
Suami Mengaku Jomblo di Depan Orang Lain
Lidah tak bertulang. Azab suami pembohong. Nampaknya ringan, tapi ternyata yang dia keluarkan bisa sangat membahayakan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan,
إِنَّ العَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالكَلِمَةِ، مَا يَتَبَيَّنُ فِيهَا، يَزِلُّ بِهَا فِي النَّارِ أَبْعَدَ مِمَّا بَيْنَ المَشْرِقِ وَالمَغْرِبِ
“Sesungguhnya ada hamba yang dia mengucapkan satu kalimat, yang tidak dia pikirkan dampaknya, namun menggelincirkannya di neraka sejauh timur dan barat.” (HR. Bukhari 6477 & Muslim 2988)
Banyak lelaki yang mengucapkan kalimat ini hanya sebatas guyon, godain cewek lain, yang intinya dia tidak serius. Tapi apapun itu, kalimat ini adalah kedustaan. Dia berdusta di hadapan orang lain. Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan,
سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الكَبَائِرِ فَقَالَ: ” الشِّرْكُ بِاللَّهِ، وَقَتْلُ النَّفْسِ، وَعُقُوقُ الوَالِدَيْنِ، فَقَالَ: أَلاَ أُنَبِّئُكُمْ بِأَكْبَرِ الكَبَائِرِ؟ قَالَ: قَوْلُ الزُّورِ، أَوْ قَالَ: شَهَادَةُ الزُّورِ
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang dosa-dosa besar, kemudian beliau menjawab: “Menyekutukan Allah, membunuh jiwa, dan durhaka kepada kedua orang tua.”
Lalu beliau bersabda, ‘Maukah kusampaikan dosa yang paling besar?’ “Ucapan dusta” dalam riwayat lain, beliau mengatakan, “Persaksian dusta.” (HR. Bukhari 5977 & Muslim 88)
Apakah Jatuh Cerai?
Syaikh Abdullah bin Abdul Aziz al-Aqil menggolongkan kalimat seperti ini sebagai bentuk kalimat cerai kinayah, karena mengandung dua kemungkinan makna, makna talak dan selain talak. Karena itu, untuk bisa dihukumi cerai ataukah bukan, kembali kepada niat orang yang mengucapkan.
Syaikh Abdullah al-Aqil ditanya, teks pertanyaannya,
رجل قال: لست متزوجاً؛ يريد المزاح، ثم تبين أنه متزوج واعترف بذلك، وقال: إني أمزح، فما حكمه؟
Ada seorang lelaki yang mengatakan, ”Saya belum menikah.” maksudnya bergurau. Kemudian diketahui ternyata dia telah menikah dan diapun mengakuinya. Dia beralasan, ”Saya hanya bergurau.” Bagaimanakah hukumnya?
Jawaban Syaikh Abdullah al-Aqil:
ذكر الفقهاء مثل هذه المسألة، وهي إذا سئل رجل: ألك امرأة؟ فقال: لا. وأراد الكذب ولم يَنْوِ بهِ الطلاق، فلا تطلق زوجته بذلك؛ لأنها كناية تفتقر إلى نية الطلاق ولم توجد؛ وقد قال صلى الله عليه وسلم: “وإنما لكل امرئ ما نوى”
Para ulama telah menyebutkan masalah ini, ketika suami ditanya, ’Apakah anda punya istri?’ lalu dia menjawab, ’Tidak.’ Dan maksud dia adalah dusta, sama sekali tidak berniat cerai, maka istrinya tidak dianggap cerai.
Karena kalimat ini adalah kalimat kinayah, yang butuh niat talak, dan suami (pada kasus di atas) tidak berniat cerai. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah ebrsabda, ”Semua orang mendapatkan sesuai yang dia niatkan.”
Sumber: http://ar.islamway.net/fatwa/28480
Syaikh Abdullah bin Abdul Aziz al-Aqil adalah mantan kepala dewan kehakiman tertinggi di saudi. Beliau wafat tahun 1432 H. Semoga Allah merahmati beliau.
Leave a Reply